Jadwal Pilkada Serentak 2020


Tahun 2020 nanti kembali akan diselenggarakan Pilkada Serentak 2020 yang akan memilih Kepala Daerah di 9 provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota di seluruh Indonesia. Berikut adalah daerah2 yang akan menyelenggarakan pilkada serentak :
A. Provinsi
Sumatera Barat

Jambi
Bengkulu
Kepulauan Riau
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
B. Kota
Medan
Binjai
Sibolga
Tanjung Balai
Gunung Sitoli
Pematangsiantar
Solok
Bukittinggi
Dumai
Sungai Penuh
Metro
Bandar Lampung
Batam
Depok
Pekalongan
Semarang
Magelang
Surakarta
Blitar
Surabaya
Pasuruan
Cilegon
Tangerang Selatan
Denpasar
Mataram
Banjarbaru
Banjarmasin
Samarinda
Balikpapan
Bontang
Bitung
Manado
Tomohon
Palu
Makassar (Pilkada Ulang Tahun 2018)
Ternate
Tidore Kepulauan
C. Kabupaten
Tapanuli Selatan
Serdang Bedagai
Toba Samosir
Labuhan Batu
Pakpak Bharat
Humbang Hasundutan
Asahan
Mandailing Natal
Samosir
Karo
Nias
Nias Selatan
Simalungun
Labuhanbatu Selatan
Labuhanbatu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Solok
Agam
Pasaman
Lima Puluh Kota
Dharmasraya
Solok Selatan
Padang Pariaman
Sijunjung
Tanah Datar
Pesisir Selatan
Indragiri Hulu
Bengkalis
Kuatan Singingi
Siak
Rokan Hilir
Rokan Hulu
Pelalawan
Kepulauan Meranti
Tanjung Jabung Barat
Batanghari
Bungo
Tanjung Jabung Timur
Ogan Komering Hulu
OKU Selatan
Ogan Ilir
OKU Timur
Musi Rawas
Penukal Abab Lematang Ilir
Musirawas Utara
Seluma
Kaur
Rejang Lebong
Kepahiang
Lebong
Mukomuko
Bengkulu Selatan
Bengkulu Utara
Lampung Selatan
Way Kanan
Lampung Timur
Lampung Tengah
Pesawaran
Pesisir Barat
Bangka Tengah
Belitung Timur
Bangka Barat
Bangka Selatan
Lingga
Bintan
Karimun
Natuna
Kepulauan Anambas
Sukabumi
Kab Bandung
Indramayu
Cianjur
Tasikmalaya
Karawang
Pangandaran
Kab Pekalongan
Kab Semarang
Kebumen
Rembang
Purbalingga
Blora
Kendal
Sukoharjo
Wonosobo
Wonogiri
Purworejo
Sragen
Klaten
Pemalang
Grobogan
Demak
Sleman
Gunung Kidul
Bantul
Ngawi
Jember
Lamongan
Ponorogo
Kab Blitar
Situbondo
Kediri
Sumenep
Gresik
Kab Malang
Mojokerto
Pacitan
Trenggalek
Sidoarjo
Tuban
Banyuwangi
Kab Serang
Kab Pandeglang
Karang Asem
Badung
Tabanan
Bangli
Jembrana
Bima
Lombok Tengah
Dompu
Sumbawa Barat
Sumbawa
Lombok Utara
Sumba Barat
Manggarai Barat
Sumba Timur
Manggarai
Ngada
Belu
Timor Tengah Utara
Sabu Raijua
Malaka
Kapuas Hulu
Ketapang
Sekadau
Bengkayang
Melawi
Sintang
Sambas
Kotawaringin Timur
Banjar
Tanah Bumbu
Kab Kotabaru
Balangan
Hulu Sungai Tengah
Kutai Kartanegara
Paser
Berau
Kutai Timur
Kutai Barat
Mahakam Ulu
Bulungan
Nunukan
Malinau
Tana Tidung
Minahasa Utara
Minahasa Selatan
Bolmong Timur
Bolmong Selatan
Poso
Toli-Toli
Tojo Una-Una
Banggai
Sigi
Banggai Laut
Morowali Utara
Pangkajene Kepulauan
Barru
Gowa
Maros
Soppeng
Luwu Timur
Luwu Utara
Bulukumba
Tana Toraja
Kepulauan Selayar
Toraja Utara
Konawe Selatan
Muna
Wakatobi
Buton Utara
Konawe Utara
Konawe Kepulauan
Kolaka Timur
Bone Bolango
Gorontalo
Pohuwato
Mamuju
Majene
Mamuju Utara
Mamuju Tengah
Seram Bagian Timur
Kepulauan Aru
Maluku Barat Daya
Buru Selatan
Halmahera Utara
Halmahera Selatan
Halmahera Timur
Halmahera Barat
Kepulauan Sula
Pulau Taliabu
Boven Digoel
Merauke
Pegunungan Bintang
Asmat
Nabire
Warofen
Yahukimo
Keerom
Supiori
Membramo Raya
Yalimo
Manokwari
Fakfak
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Teluk Bintuni
Teluk Wondama
Pegunungan Arfak
Manokwari Selatan

Strategi Politik Ketahanan Pangan Dan Masa Depan Pertanian Indonesia

Sukmadji Indro Tjahjono
Kegiatan Focus Group Discussion yang bertema "Membedah Politik Pangan dan Pertanian Indonesia", diselenggarakan beberapa waktu lalu bertempat di Cafe Banksaku Jakarta Pusat.  Forum diskusi yang digagas oleh beberapa pakar pertanian dan para praktisi ini berlangsung menarik karena memuat strategi politik ketahanan pangan dan pertanian Indonesia di masa depan. 
Pakar di bidang masalah pertanian dan perhutanan yang saat ini menjabat sebagai Koordinator  Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia dan namanya juga sempat santer diisukan menjadi salah satu kandidat calon Menteri di Kabinet Kerja Jokowi, Sukmadji Indro Tjahyono mengatakan 'Dalam mewujudkan ketahanan pangan yang kuat, pada era pemerintahan Jokowi periode kedua, pembangunan sumber daya manusia petani  harus dijadikan fokusnya". Indro menambahkan bahwa kini  saatnya tidak lagi mengecam mafia pangan, impor pangan, atau kemunduran pertanian. "Semua itu tidak akan terjadi jika para petani melek situasi pangan dan pertanian yang sesungguhnya. Oleh karena itu tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk melahirkan petani-petani yang cerdas, ujarnya.
Panel diskusi tersebut juga menghadirkan pemikir pangan dan pertanian kawakan antara  lain  Ir. Ali Wongso (Ketum SOKSI), Dr. Ben Perkasa Drajat (Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa Kemenlu RI), Dicky Iskandar (Analis Agribisnis), Cokro Wibowo Sumarsono (Ketum Gerakan Pemuda Desa Mandiri), Sutajaya (Organiser Petani Hutan Gunung Malabar) dengan moderator Hikmat Subiadinata (Komunitas Kopi Nusantara).
Dalam kesempatan itu Ir Ali Wongso menekankan "Bagi Jokowi ini adalah periode pemerintahannya yang kedua dan terakhir. Untuk itu  Jokowi  harus memiliki keberanian moral atau moral courage dalam membangun fundamen pangan dan pertanian yang sebenar-benarnya". Sejalan dengan hal itu, Ben Perkasa menambahkan bahwa konsep subsidi harus sudah mantab dan tidak lagi setengah-setengah  dilaksanakan seperti bagaimana Jepang memperlakukan petaninya.
Di samping itu, Cokro Wibowo memandang kita perlu mencanangkan era kebangkitan petani Indonesia bersamaan dengan  era industri 4.0. "Caranya adalah dengan melakukan inovasi dan moderenisasi pertanian. Hal itu ditempuh dengan mengembangkan desa-desa model yang sebelumnya sukses dalam membudidayakan komoditas tertentu seperti kentang,  mangga, buah naga, pisang, atau kacang mete", katanya. Menyambung isu tersebut, Dicky Iskandar mempertanyakan : " Bagaimana pertanian akan bangkit jika kualitas PPL kita masih menjadi tukang foto dan tukang catat? PPL ke depan harus mampu memberdayakan dan mencerdaskan petani"
Diskusi yang juga dihadiri oleh relawan Komunitas Alumni Perguruan Tinggi itu menyimpulkan bahwa Indonesia harus fokus pada isu pangan sebagai downsteam dari sektor pertanian. Kalau bekutat pada isu pangan esensial seperti padi dan jagung membuat kita jenuh. Padahal spektrum komoditas Indonesia meliputi pangan non esensial yakni rempah-rempah yang pada masa kolonial menjadi primadona pada tataran global. Jika ekspor dan  nilai tambah pangan non esensial ini kita genjot,  defisit neraca perdagangan kitac tidak akan mengalami defisit.
Menanggapi hal itu, Indro Tjahyono yang telah menyerahkan konsep Badan Pangan Nasional (BPN) dan berdiskusi langsung dengan Presiden Jokowi tentang kebijakan pangan, kuncinya adalah bagaimana kita segera membentuk otoritas pangan nasional seperti dituntut oleh Undang-undang pangan no 18 tahun 2012. Deadline pendirian BPN ini sebenarnya adalah tanggal 17 November 2015.

Kunci untuk mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh adalah menjadikan petani  sebagai aktor utamanya. Dalam kaitan itu, kita  harus mampu melahirkan petani-petani cerdas atau smart farmers. Demikian kesimpulan Diskusi Panel tersebut. (SM)

Perlukah Pemantau Asing Pada Pemilu 2019?

Jelang gelaran Pemilu RI pada bulan April nanti yang akan menggelar dua pemilihan umum terbuka yakni Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) saat ini dihebohkan oleh viralnya hashtag atau tagar #INAelectionobserverSOS di berbagai media sosial main stream. Pengertian mengenai tagar ini secara umum dan sederhana adalah upaya Netizen yang menganggap perlu adanya pemantau asing (luar Indonesia) yang "diajak" untuk mengamati proses Pemilu di Indonesia secara langsung. Ajakan ini menjadi viral karena ditengarai dalam Pemilu pada 2019 ini nanti mereka merasa akan mendapati kecurangan-kecurangan yang bersifat struktural, terencana dan masif.Sebenarnya mengenai adanya keberadaan lembaga pemantau asing yang mengamati suatu pemilihan umum di suatu negara demokrasi yang akan menyelenggarakan pemilu adalah hal yang lumrah dan legal. Di Indonesia sendiri pelaksanakan pemilihan umum langsung secara terbuka dimulai pada tahun 2004 lalu, dan pada saat itu pemantau pemilu asing sudah terjun langsung mengamati proses Pemilu terbuka pertama kaliyan di Indonesia. Mereka bekerjasama dengan LSM/NGO lokal Indonesia seperti  LP3ES, NDI, INDEF dll. Komisi Pemilihan Umum RI selaku operator dan pelaksana Pemilu di Indonesia juga mengatakan bahwa kehadiran mereka justru diundang langsung untuk mengamati proses jalannya Pemilu 2019 nanti. Peraturan mengenai kehadiran mereka juga sudah tertuang dalam Undang-Undang tentang Pemilu No. 7 tahun 2017. Sebanyak 33 negara dan 11 LSM internasional juga telah diundang secara resmi oleh KPU untuk datang dan mengamati proses jalannya pesta demokrasi lima tahunan tersebut.Viralnya lembaga pemantau asing yang sengaja diajak oleh Netizen dari Indonesia untuk hadir dan mengamati proses pesta demokrasi nanti, tidak terlepas dari kekhawatiran Netizen bahwa indikasi kecurangan Pemilu sudah tercium dari jauh-jauh hari. Sebenarnya kedatangan mereka ke Indonesia tidak perlu menjadi polemik pro kontra atau kekhawatiran, alasan dari sebagian Netizen yang kontra terhadap hal tersebut merasakan bahwa kedatangan mereka nantinya hanya akan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dan hanya akan mengganggu jalannya pemilu saja. Alasan tersebut secara logika tidak mendasar, mengapa? karena status para pemantau asing tersebut hanyalah sebagai pengamat saja dan tidak turun langsung ikut serta dalam proses pemilu, apalgi memiliki wewenang untuk mencampuri keputusan Bawaslu atau KPU. Jika pun nantinya mereka para pengamat asing tersebut menemukan adanya kecurangan di lapangan, toh reaksinya hanya sebatas sebagai catatan ataupun bahan laporan ke lembaga yang mengirim mereka saja, sehingga tidak akan berefek kepada hasil pemilu yang sudah ditetapkan penyelenggara pemilu (KPU). Satu lagi yang menjadi daya tarik proses pemilu di Indonesia adalah fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi di Asia bahkan di dunia sekalipun.Ajakan Netizen yang tertuang dalam tagar atau hashtag di media sosial #INAelectionobserverSOS tidaklah perlu ditanggapi oleh siapapun secara berlebihan, apalagi digunakan untuk komoditas politik pihak-pihak tertentu. Netizen yang juga merupakan warga negara Republik Indonesia hanya menginginkan adanya penyelenggaraan Pemilu yang JURDIL dan LUBER yaitu Pemilu yang Jujur, Adil dan Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Siapapun Presiden yang terpilih nanti dan partai apapun yang memiliki mayoritas dukungn di parlemen, diharapkan lahir dari sebuah hajatan demokrasi yang terlegitimasi secara sah oleh bangsa dan rakyat Indonesia. Semoga (SM)












Jargon Politik Favorit Pemilih Pilgub Riau

Di setiap perhelatan pesta demokrasi baik itu pemilihan Kepala Daerah, Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden para pesertanya pasti menggunakan istilah atau ungkapan yang mencirikan sesuatu guna menarik atensi calon pemilihnya untuk selalu mengingat pilihannya nanti. Istilah tersebut dikenal dengan nama Jargon atau yang lebih khususnya disebut dengan Jargon Politik. Biasanya Jargon tersebut dibuat secara unik dan menarik untuk mengangkat karakter peserta kontestasi politik.Tentu tidak mudah bagi tim sukses ataupun konsultan politik untuk membuat sebuah Jargon Politik yang efektif dan mengena di hati masyarakat calon pemilihnya. Pertimbangannya adalah harus sesuai dengan karakter paslon serta sesuai dengan visi misinya dan yang paling penting bahasanya harus dibuat sekreatif mungkin sehingga mudah diingat.
Pada survei perilaku pemilih yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei LAMDA Indonesia beberapa waktu lalu di provinsi Riau, Jargon Politik/Kampanye termasuk salah satu hal yang menarik untuk diamati. Survei mencoba untuk menggali perilaku politik masyarakat Riau yang akan memilih calon gubernurnya dalam waktu dekat nanti. Metodologi survei memakai metode multistage random sampling untuk mencari sampel responden. Sebanyak 1340 warga Riau diwawancarai secara tatap muka langsung oleh sekitar 100 orang enumerator di seluruh wilayah provinsi Riau. Berikut cuplikan grafis hasil survei mengenai Jargon Politik favorit pemilih Riau.






























Pada Grafik survei diatas menunjukan bahwa Jargon Kampanye "Jadikan" dan "Memimpin dengan
hati" menjadi favorit pemilih Riau pada saat ini. Jargon kampanye tersebut dimiliki oleh pasangan calon nomer urut 3 yaitu Firdaus-Rusli dan paslon nomer urut 1 Syamsuar-Edi Nasution. Pemilih yang merasa Jargon Kampanye "Jadikan" menjadi pilihannya berada pada angka 20,4%, sedangkan yang memilih Jargon "Memilih dengan hati" berada pada pilihan sekitar 18,3% responden. Hasil survei mengenai Jargon Politik tersebut ternyata signifikan dengan perolehan dukungan pada dua paslon tersebut yang menempatkan keduanya pada raihan terbanyak dalam jumlah dukungan (elektabilitas) dan bisa dilihat pada hasil survei Lamda Indonesia mengenai tingkat elektabilitas paslon Riau 2018.

Hasil Survei Terbaru Pilgub Riau Juni 2018

Hari ini Lamda Indonesia merilis hasil Survei Perilaku Pemilih menjelang pelaksanaan Pemilihan Gubernur provinsi Riau 2018. Survei ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juni sampai dengan 7 Juni 2018 lalu dengan menggunakan metodologi Multistage Random Sampling yang mewancarai secara tatap muka langsung terhadap 1340 responden yang tersebar di 12 kabupaten/kota di provinsi Riau. Margin of error survei 2,69% dengan tingkat kepercayaan 95%. Kontrol kualitas data dilakukan dengan cara random spot check sebesar 20% dari jumlah responden untuk menjamin validitas data survei.  Berikut tingkat elektabilitas yang dimiliki oleh 4 pasangan calon yang akan bertarung pada tanggal 27 Juni nanti dari hasil survei tersebut.


FirdausRusli menjadi paslon yang paling banyak didukung oleh 25.4% masyarakat Riau dalam pilgub nanti. Paslon Syamsuar – Edi menjadi saingan terberat yang berhasil meraih dukungan dari 20.64% warga Riau. Sementara itu paslon Lukman Edi – Hardianto ada di posisi selanjutnya (13.2%), sedangkan petahana ada di urutan paling bawah dengan dukungan 12.9% pemilih. Namun warga yang merasa pilihannya tidak ada yang cocok dan tidak menjawab masih sangat besar yaitu 1.6% dan 26.3%. Namun yang perlu diingat adalah responden yang merasa belum cocok dan tidak menjawab atau rahasia masih besar, jadi bisa saja pemilih tersebut pada hari H nanti memilih salah salah satu dari ke empat paslon. Peluang para paslon tersebut masih sangat besar untuk menyodok keatas, paslon paling bawah bisa menyodok ke atas begitupun sebaliknya. Strategi pemenangan yang tepat diyakini akan mengubah segalanya. (SM)