Pilkada Langsung Pasca 2014, Antara Ada Dan Tiada


     Menarik untuk mencermati pelaksanaan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik Bupati, Walikota maupun Gubernur setelah perhelatan Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilihan Presiden 2014. Apanya yang menarik? sisi menariknya adalah adanya wacana yang  berkembang di tengah elite parpol dan politik bahwa Pilkada hanya akan diselenggarakan untuk memilih Gubernur saja, sedangkan untuk memilih Bupati/Walikota akan dikembalikan lagi melalui mekanisme pemilihan di DPRD.

         Sah-sah saja sebenarnya jika wacana ini menjadi kenyataan nantinya. Karena kita pun tahu berapa cost politik yang dikeluarkan jika pemerintah (daerah) menyelenggarakan pesta demokrasi rutin lima tahunan di daerah, belum lagi akibat yang ditimbulkan diluar biaya politik yang sangat besar seperti, konflik horizontal antar masyarakat (pendukung), korupsi yang merajalela, dan lain sebagainya. Siapapun juga tidak akan ada yang bisa menjamin bahwa jika mekanisme pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada para anggota DPRD yang notabene juga adalah para wakil rakyat yang dipilih secara langsung pun akan berjalan baik (Jurdil)  dan menghasilkan pemimpin daerah yang legitimated.

          Polemik seperti ini akan terus berjalan seiring kehidupan demokrasi yang dinamis. Ada pendapat yang mengatakan jika sistem pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada mekanisme pemilihan di DPRD maka hal tersebut menjadi suatu kemunduran dalam hal perkembangan demokrasi di Indonesia. Ada pula pendapat yang mengatakan jika DPRD mempunyai peran kembali sebagai pihak yang akan menentukan seorang pemimpin daerah maka akan menjadi pusat konspirasi negatif dalam menjalankan roda pemerintahan daerah antara eksekutif dan legislatif, bahkan pernyataan yang agak ekstrem juga dilontarkan apabila hal tersebut jadi dilakukan maka hal tersebut secara terang-terangan melanggar UU No 32 thn 2004 tentang Otonomi Daerah yang telah disahkan beberapa waktu lalu.

         Terlepas dari polemik ataupun pernyataan pro dan kontra tentang sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang akan digunakan, kita sebenarnya harus menyadari sebagai konsekuensi bangsa yang telah memilih sistem demokrasi sebagai salah satu elemen kehidupan berbangsa dan bernegara maka asas vox populi vox dei atau suara rakyat adalah suara Tuhan wajib ditaati. Tidak ada yang salah dengan sistem pemilihan langsung sekarang yang  telah dilaksanakan dari tahun 2005 lalu, hanya mungkin perlu dilakukan perubahan-perubahan sporadis untuk menuju pelaksanaan pemilihan umum langsung yang lebih baik, low cost dan tentunya lebih efektif.